Lebih kuat dari sekadar rindu & lebih sakit dari sekadar patah , ini tentang abstraksi rasa .
Semakin jauh mengelibat , semakin kuat hasrat merasa.
Waktupun mewakilkan rasa untuk lebih dalam.
Deretan hiasan dunia menjadi perhatian dalam melihat rasa dalam hati untuk mampu menafsirkan perasaan yang bermuara dalam jiwa.
Kini giliran konspirasi yang menghadang dengan tujuan hati ingin pasrah , namun malu dengan keegoisan yang selalu mengikuti.
Hati tidak bisa diperdayai tentang rasa yang sebenarnya ingin dijalani dengan rangkaian intuisi atau prediksi di dalam pikiran yang diharapkan mampu meneguhkan keyakinan atas sesuatu yang berusaha untuk di rekayasa.
Jagat raya memang menaruh suatu unsur-unsur kebahagiaan di dalam perwujudan dari materi , tetapi yang menentukan kebahagiaan substansial adalah hati .
Seperti aksara yang tak bersuara , seperti ukiran tanpa makna . . .
Berjuta tanya yang ada pada benar , berharap terucap dengan baik.
Bibir yang terkunci rapat , membiarkan rasa menguap dalam diam.
Gagu & enggan menjadi alasan sebuah aksara yang tak lagi berucap.
Rasanya hati dipaksakan beku oleh sebuah kenyataan.
Bahwasanya , mungkin tidak ada lagi candu yang melekat pada rasa yang dulunya diciptakan dari sepasang manusia yang saling menjaga hati , sepasang tangan yang saling menggenggam janji.
Kini tak lagi menyapa & berbalas sapa dalam dunia yang fana hingga lewat perantara daring.
Tak apa.
Karena awalnya memang dua orang yang saling asing .
Komentar
Posting Komentar